Contoh Inspirasi - Tips Motivasi,Inspirasi,dan Pengembangan Diri

Tips Inspirasi Kehidupan Sehari - hari

Monday, September 24, 2012

Kisah Inspiratif Singkat: Air Dan Palu Godam

Kisah Inspiratif Singkat: Ada sebuah dongeng konyol tentang air dan palu godam. Saya tidak tahu apakah Anda pernah mendengar dongeng itu sebelumnya. 



Air dan palu godam itu sepakat untuk berlomba menembus tembok China yang terkenal kokoh. Setelah sepakat, mereka pun pergi kesana. Sang Palu Godam beraksi lebih dulu. Belebar! Belebar!! Belabar!!! Tembok itu pun rubuh. Lalu sang palu godam melenggang lenggok.

Meskipun ada benjol-benjol di kepalanya, namun dia senang telah berhasil menjalankan misinya. Bongkahan didinding yang runtuh tak henti memaki. “Biarin.

Pokoknya gue berhasil,” begitu kata sang Godam. Giliran sang air. Dia memeluk tembok itu. Lalu perlahan-lahan meresap kedalamnya.

Dinding kokoh itu pun mengijinkannya untuk melintas. Sang Air berhasil menembus tembok itu. Tanpa terluka. Tanpa sedikitpun menyakiti. Cara mana yang biasa Anda gunakan untuk menghadapi tembok-tembok yang menghadang?
Jika berhadapan dengan tembok, kita punya banyak pilihan. Menabraknya. Atau merubuhkannya seperti yang dilakukan oleh sang palu godam.

Juga bisa memilih untuk meniru isyarat yang diajarkan oleh sang air. Dulu, saya adalah si pendobrak tembok itu. Ketika masih muda, saya terbiasa menggunakan palu godam untuk meruntuhkan tembok. Hasilnya?

Banyak tembok yang runtuh, meski tidak selalu menghasilkan kebaikan. Lalu Sang Air menunjukkan cara lain yang lebih elegan untuk mengatasi tembok-tembok penghalang dalam hidup kita. Dan sekarang, saya masih terus belajar kepada sang air.

Agar bisa menebus tembok-tembok itu tanpa merusak, apalagi menyakiti siapapun.

Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar dari sang air, saya ajak memulainya dengan memahami dan menerapkan 5 sudut pandang Natural Intelligence (NatIn™), berikut ini:
Kekuatan kita bukan pada kekerasan. 

Kita sering mengira kalau kekuatan itu identik dengan kekerasan. Padahal sama sekali berbeda. Palu godam, jelas lebih keras dari air.

Tapi apakah palu godam itu lebih kuat dari air? Sama sekali tidak. Jika pun kita memaksa  meruntuhkan tembok itu, maka kita meninggalkan luka bagi semua orang. Semakin keras kita, sama sekali tidak menjadikan kita semakin kuat.

Sekeras-kerasnya kita, jika berhadapan dengan lawan yang lebih kuat, pasti kita kalah kuat. Begitupun ketika kita memilih menjadi palu godam ketika berhadapan dengan tembok di kantor.

Ketika Anda melabrak tembok itu, peluang mana yang lebih besar; apakah tembok itu runtuh, atau kepala Anda bocor? Sungguh, kekuatan kita tidak terletak pada kekerasan yang sanggup kita lakukan. Maka mulai sekarang, belajarlah tentang keluwesan air. Supaya kita, tidak keliru  menggunakan kekerasan palu godam.

Melunakkan itu tidak selalu harus merobohkan. 

Jika saya sedang sangat marah. Lalu bertengkar dengan istri saya. Kemudian istri saya meladeni kemarahan saya dengan kemarahan yang sama.

Maka sudah pasti, kami akan terjerat dalam pertempuran yang sangat seru. Saya akan habis-habisan mempertahankan ego ini. Begitu pula dirinya.

Namun ketika istri saya mengucapkan kata-kata lembut yang sejuk mengalir seperti air, maka tembok keras didalam hati ini serta merta menjadi lunak.

Tidak ada lagi hasrat untuk terus mengayunkan palu godam itu. Tembok hati ini lunak, meskipun tidak roboh.

Memang, kita akan sangat membutuhkan palu godam pada situasi dan saat yang tepat. Namun keliru, jika kita menggunakan palu godam itu setiap kali berhadapan dengan setiap tembok. Karena tidak semua tembok harus kita runtuhkan.
Luwes bukanlah tanda kelemahan. 

Kita sering mengira kalau orang yang tidak keras itu lemah. Orang yang tidak melawan itu kalah. Dan orang yang tidak membalas itu takluk. 

Kita juga sering keliru mengira kalau orang yang keras itu perkasa. Orang yang berani itu tangguh. Dan orang yang garang itu jagoan. Silakan ambil palu godam terbaik Anda. 

Lalu hantamkan pada air di kolam. Bisakah palu godam Anda menghancurkan air? Tidak. Air itu luwes, bukan lemah. Jadi, tidak perlu takut disebut lemah jika kita menjadi pribadi yang luwes, santun dan lembut kepada orang lain. 

Karena dibalik keluwesan justru tersimpan sebuah kekuatan yang bahkan tidak bisa dikalahkan oleh kekerasan dari palu godam paling keras sekalipun. Itulah sebabnya, mengapa di kantor kita melihat orang luwes bisa mendapatkan manfaat terbanyak dari tembok-tembok yang mengelilinginya. 

Sedangkan orang yang main labrak, selalu kebagian jontornya. Jika tidak jontor fisik, maka mereka jontor mentalnya. Kecewa, mutung, patah hati dan frustrasi. Hal itu tidak akan dialami oleh mereka yang memahami bahwa keluwesan, bukanlah tanda kelemahan.

Tembok penghalang atau pelindung. 

Kenapa di rumah Anda ada tembok?

Karena tembok itu berfungsi untuk melindungi dan menjadikan rumah itu sempurna. Rumah kita, butuh tembok untuk melindungi kita. Tapi buat maling, tembok itu justru menjadi penghalang.

Maka fungsi tembok itu relatif; apakah dia jadi penghalang atau pelindung. Bergantung posisi orang yang memandangnya. Begitu pula dengan tembok dikantor kita. Penghalang, jika kita memposisikan diri sebagai lawannya.

Tapi dia menjadi pelindung jika kita berada pada posisi yang sama. Dalam banyak situasi, kita menganggap seseorang sebagai tembok itu bukan karena soal salah dan benar. Melainkan karena kita punya sudut pandang dan pemahaman yang berbeda terhadap suatu obyek.

Jika kita sudah satu visi, sama persepsi, maka kita tidak lagi melihat tembok yang menghalangi. Tembok itu, justru menjadi pelindung dan mendukung ide-ide kita. 

Maka jika Anda masih punya tembok yang menghalangi di kantor Anda, coba di cek; apakah Anda sudah satu visi dengan tembok itu? Jika Anda tidak mau menyamakan visi, gimana? Cari dong tempat lain yang tidak ada temboknya. Atau cari tembok lain yang visinya sama dengan Anda.
Diakah, atau justru Anda tembok yang sebenarnya? 

Mari renungkan kembali, mengapa Anda menyebut seseorang sebagai tembok dikantor Anda? Dia keras kepala. Dia tidak mau mendengar masukan orang lain.

Dia tidak mau diatur. Dia semau udelnya sendiri. Dia tidak mau mempertimbangkan sudut pandang orang lain. Dan masih banyak fakta lain yang menunjukkan bahwa dia pantas disebut sebagai tembok. Labrak? Tunggu sebentar.

Sebelum Anda melabraknya. Renungkan dulu yang satu ini; apakah Anda mempunyai sifat-sifat yang kita sebutkan itu? Jangan-jangan, semua sifat buruk yang kita lihat pada orang lain itu justru melekat kuat pada diri kita sendiri.

Itu artinya, kita menuduh orang lain menjadi tembok padahal sebenarnya kita sendirilah yang menjadi tembok bagi mereka. 

Kesadaran ini, hanya bisa dimiliki oleh mereka yang bersedia mengintrospeki dirinya sendiri.  
Memang paling asyik kalau berkonfrontasi. Lebih jantan. Lebih maskulin. Lebih macho. Dan lebih heroik. 

Namun, kenyataannya tidak semua hal mesti kita selesaikan dengan cara seperti itu. 

Bahkan, sebagian besar masalah hubungan kita dengan orang lain di kantor – apakah dengan atasan, dengan bawahan, atau dengan kolega – tidak perlu melibatkan palu godam. 

Jangankan hanya untuk urusan duniawi. Untuk urusan akhirat pun dianjurkan mendahulukan keluwesan. Seperti firman Tuhan yang disampaikan Rasulullah melalui surah An-Nahl ayat 125 ini; 

Serulah mereka menuju ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Dan bantahlah mereka, dengan cara yang baik pula…”  

Berhadapan dengan tembok? Belajarlah kepada air dan palu godam. Maka Anda akan menemukan cara mana yang paling tepat untuk digunakan.

Sumber Inspirasi : DEKA – Dadang Kadarusman 

No comments:

Post a Comment