“Tuhan meninggikan
kedudukan orang-orang berilmu beberapa derajat,”
Saya yakin Anda pernah mendengar nasihat bijak itu. Bukan hanya dihadapan Tuhan orang berilmu itu dianggap tinggi.
Dimata sesama manusia juga begitu. Rasa hormat kepada orang berilmu itu unik. Beda sekali dengan pejabat. Begitu masa jabatannya berakhir, biasanya berakhir jugalah rasa hormat orang-orang kepada beliau.
Bagi orang berilmu, hal itu hampir tidak berlaku. Jarang ada orang berilmu yang ‘turun derajat’, sekalipun sudah tua dan pikun.
Hal ini menunjukkan kebenaran nasihat bijak yang tiada lain merupakan firman Tuhan dalam kitab suci itu. Begitu rupanya cara meraih tempat mulia di mata sesama manusia dan Tuhan kita.
Dengan ilmu. Bukan dengan uang atau kedudukan. Mau?
Saya yakin Anda pernah mendengar nasihat bijak itu. Bukan hanya dihadapan Tuhan orang berilmu itu dianggap tinggi.
Dimata sesama manusia juga begitu. Rasa hormat kepada orang berilmu itu unik. Beda sekali dengan pejabat. Begitu masa jabatannya berakhir, biasanya berakhir jugalah rasa hormat orang-orang kepada beliau.
Bagi orang berilmu, hal itu hampir tidak berlaku. Jarang ada orang berilmu yang ‘turun derajat’, sekalipun sudah tua dan pikun.
Hal ini menunjukkan kebenaran nasihat bijak yang tiada lain merupakan firman Tuhan dalam kitab suci itu. Begitu rupanya cara meraih tempat mulia di mata sesama manusia dan Tuhan kita.
Dengan ilmu. Bukan dengan uang atau kedudukan. Mau?
Ada sebuah kisah tentang orang
salih bermana Lukman. Beliau menasihatkan kepada anaknya begini;
Bagi orang yang mengerti, ilmu itu tidak ternilai harganya. Makanya, setiap orang yang berilmu bernilai tinggi dihadapan sesama manusia.
Dan mulia dalam pandangan Tuhannya. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar menjadi pribadi bernilai tinggi dengan keutamaan ilmu, saya ajak memulainya dengan memahami dan menerapkan 5 sudut pandang Natural Intelligence (NatIn™), berikut ini:
“Wahai anakku, duduklah bersama orang berilmu. Dekatilah mereka dengan kedua lututmu. Sesungguhnya Allah menghidupkan hati yang mati dengan pelita ilmu sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang gersang dengan air hujan.”
Bagi orang yang mengerti, ilmu itu tidak ternilai harganya. Makanya, setiap orang yang berilmu bernilai tinggi dihadapan sesama manusia.
Dan mulia dalam pandangan Tuhannya. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar menjadi pribadi bernilai tinggi dengan keutamaan ilmu, saya ajak memulainya dengan memahami dan menerapkan 5 sudut pandang Natural Intelligence (NatIn™), berikut ini:
Segala sesuatu ada ilmunya
Membuat tempe ada ilmunya. Meracik bumbu ada ilmunya. Menyetir mobil. Mengelola orang. Memimpin anak buah. Mengembangkan karir. Semuanya. Ada ilmunya.
Apa ya didunia ini yang tidak perlu ilmu? Semuanya perlu ilmu. Tanpa ilmu, kita tidak bisa mendapatkan hasil terbaik.
Maka orang-orang yang rajin mendekati majlis ilmu, mempunyai peluang yang lebih besar untuk berhasil. Jika apapun yang kita lakukan belum juga membuahkan hasil, boleh jadi kita belum memiliki ilmu yang cukup.
Jika team kerja kita masih belum bisa bekerja dengan produktif, mungkin ilmu mereka masih lemah. Tidak ada cara lain untuk bisa mengatasi situasi seperti itu selain terus mempelajari dan menambah ilmunya. Jika ilmu kita sudah memadai, Insya Allah semuanya akan memberikan dampak dan hasil yang lebih baik.
Membuat tempe ada ilmunya. Meracik bumbu ada ilmunya. Menyetir mobil. Mengelola orang. Memimpin anak buah. Mengembangkan karir. Semuanya. Ada ilmunya.
Apa ya didunia ini yang tidak perlu ilmu? Semuanya perlu ilmu. Tanpa ilmu, kita tidak bisa mendapatkan hasil terbaik.
Maka orang-orang yang rajin mendekati majlis ilmu, mempunyai peluang yang lebih besar untuk berhasil. Jika apapun yang kita lakukan belum juga membuahkan hasil, boleh jadi kita belum memiliki ilmu yang cukup.
Jika team kerja kita masih belum bisa bekerja dengan produktif, mungkin ilmu mereka masih lemah. Tidak ada cara lain untuk bisa mengatasi situasi seperti itu selain terus mempelajari dan menambah ilmunya. Jika ilmu kita sudah memadai, Insya Allah semuanya akan memberikan dampak dan hasil yang lebih baik.
Ilmu banyak yang gratisan
Ada indikasi masuk ke sekolah-sekolah top itu mahal sekali. Tapi sesungguhnya kebanyakan ilmu bisa kita dapatkan secara gratisan.
Banyak orang berilmu menaburkan apa yang mereka ketahui dan pahami begitu saja. Dihambur-hamburkannya kesana kemari.
Boleh diambil oleh siapa saja yang menginginkannya. Apalagi di zaman serba canggih ini. Mau cari ilmu apa sih? Sudah disediakan oleh para guru ikhlas di perpustakaan yang bisa kita akses kapan saja. Kita, boleh mengambil ilmu itu sebanyak apapun yang kita bisa.
Jika Lukman menasihati anaknya agar bersedia berlutut dihadapan orang berilmu, sekarang kita bisa menimba ilmu dari mereka sambil leyeh-leyeh, atau gaya suka-suka.
Jika Lukman memerintah anaknya datang ke rumah orang berilmu, sekarang orang berilmu itulah yang tanpa henti menyajikan hidangan-hidangan penuh hikmah kehadapan kita. Dan gratis pula.
Ada indikasi masuk ke sekolah-sekolah top itu mahal sekali. Tapi sesungguhnya kebanyakan ilmu bisa kita dapatkan secara gratisan.
Banyak orang berilmu menaburkan apa yang mereka ketahui dan pahami begitu saja. Dihambur-hamburkannya kesana kemari.
Boleh diambil oleh siapa saja yang menginginkannya. Apalagi di zaman serba canggih ini. Mau cari ilmu apa sih? Sudah disediakan oleh para guru ikhlas di perpustakaan yang bisa kita akses kapan saja. Kita, boleh mengambil ilmu itu sebanyak apapun yang kita bisa.
Jika Lukman menasihati anaknya agar bersedia berlutut dihadapan orang berilmu, sekarang kita bisa menimba ilmu dari mereka sambil leyeh-leyeh, atau gaya suka-suka.
Jika Lukman memerintah anaknya datang ke rumah orang berilmu, sekarang orang berilmu itulah yang tanpa henti menyajikan hidangan-hidangan penuh hikmah kehadapan kita. Dan gratis pula.
Ilmu berguna saat diamalkan
Banyak orang berilmu yang tidak maju-maju. Gelar berjejer tidak membantunya menjadi pribadi yang lebih berhasil. Ada juga orang yang sukses meskipun ilmunya pas-pasan.
Bukankah hal itu menunjukkan jika ilmu tidak berkorelasi dengan kesuksesan seseorang?
Keliru, yang sebenarnya terjadi adalah orang bergelar mentereng dan berilmu banyak itu tidak sepenuhnya mengamalkan ilmu yang dimilikinya dalam aktivitas kerja sehari-hari.
Bagi mereka ilmu hanya sebatas wacana atau teori-teori. Sebaliknya, orang yang ilmunya sedikit itu menggunakan semua ilmunya untuk melakukan pekerjaannya.
Ya jelas dong, orang berilmu sedikit yang mengamalkannya mendapatkan manfaat lebih banyak.
Mengapa? Karena ilmu hanya berguna ketika diamalkan. Jika sudah banyak ilmu, namun hidup masih berantakan; mungkin kita kurang mengamalkan ilmu itu.
Banyak orang berilmu yang tidak maju-maju. Gelar berjejer tidak membantunya menjadi pribadi yang lebih berhasil. Ada juga orang yang sukses meskipun ilmunya pas-pasan.
Bukankah hal itu menunjukkan jika ilmu tidak berkorelasi dengan kesuksesan seseorang?
Keliru, yang sebenarnya terjadi adalah orang bergelar mentereng dan berilmu banyak itu tidak sepenuhnya mengamalkan ilmu yang dimilikinya dalam aktivitas kerja sehari-hari.
Bagi mereka ilmu hanya sebatas wacana atau teori-teori. Sebaliknya, orang yang ilmunya sedikit itu menggunakan semua ilmunya untuk melakukan pekerjaannya.
Ya jelas dong, orang berilmu sedikit yang mengamalkannya mendapatkan manfaat lebih banyak.
Mengapa? Karena ilmu hanya berguna ketika diamalkan. Jika sudah banyak ilmu, namun hidup masih berantakan; mungkin kita kurang mengamalkan ilmu itu.
Meperdalam dengan mengajarkan
Ada yang bilang begini jika uang kita diberikan kepada orang lain atau disedekahkan, maka jumlah uang itu tidak akan berkurang. Saya termasuk yang tidak percaya soal itu.
Kenyataannya uang kita berkurang kok, kalau kita memberikan sebagiannya kepada orang lain. Kebenaran jargon ‘sedekah membuat rezeki kita bertambah’ itu masih bisa dikaji lebih detail dengan pembahasan yang berbeda.
Kalau ilmu, Jika diberikan kepada orang lain, maka ilmu itu tidak akan berkurang. Berikan uang Anda, maka uang Anda pasti berkurang.
Berikan ilmu Anda, maka ilmu Anda sama sekali tidak berkurang.
Dan jika bersedia untuk terus belajar, justru ilmu kita akan semakin banyak ketika kita mengajarkan sesuatu kepada orang lain. Minimal, pemahaman kita tentang subyek itu akan menjadi semakin mendalam. Maka jika ingin punya pemahaman yang makin dalam; ajarkan ilmu Anda kepada orang lain.
Ada yang bilang begini jika uang kita diberikan kepada orang lain atau disedekahkan, maka jumlah uang itu tidak akan berkurang. Saya termasuk yang tidak percaya soal itu.
Kenyataannya uang kita berkurang kok, kalau kita memberikan sebagiannya kepada orang lain. Kebenaran jargon ‘sedekah membuat rezeki kita bertambah’ itu masih bisa dikaji lebih detail dengan pembahasan yang berbeda.
Kalau ilmu, Jika diberikan kepada orang lain, maka ilmu itu tidak akan berkurang. Berikan uang Anda, maka uang Anda pasti berkurang.
Berikan ilmu Anda, maka ilmu Anda sama sekali tidak berkurang.
Dan jika bersedia untuk terus belajar, justru ilmu kita akan semakin banyak ketika kita mengajarkan sesuatu kepada orang lain. Minimal, pemahaman kita tentang subyek itu akan menjadi semakin mendalam. Maka jika ingin punya pemahaman yang makin dalam; ajarkan ilmu Anda kepada orang lain.
Menggali didalam kitab suci
Saya cukup banyak membaca buku-buku bermutu. Namun, tidak ada sumber bacaan yang lebih lengkap daripada kitab suci.
Mungkin karena saya cerdas atau rajin, banyak buku bagus yang bisa saya pahami isinya hanya dengan membaca satu atau dua kali.
Tapi kitab suci? Tidak peduli berapa kali saya membacanya, selalu saja ada hal baru yang bisa saya pelajari. Tahu mengapa begitu? Sebab kitab suci dibuat oleh Sang Maha Berilmu.
Makanya, dalam proses pembelajaran itu; hendaknya dipastikan bahwa kita menyediakan waktu untuk menggali kedalam kitab suci. Karena kedalaman maknanya belum betul-betul berhasil kita selami.
Didalam kitab suci ada 2 jenis ilmu. Satu, ilmu yang hanya bisa dipahami dengan iman. Dan satu lagi, ilmu hidup baik berupa sains maupun nilai-nilai moral, etika serta berbagai strategi.
Saya cukup banyak membaca buku-buku bermutu. Namun, tidak ada sumber bacaan yang lebih lengkap daripada kitab suci.
Mungkin karena saya cerdas atau rajin, banyak buku bagus yang bisa saya pahami isinya hanya dengan membaca satu atau dua kali.
Tapi kitab suci? Tidak peduli berapa kali saya membacanya, selalu saja ada hal baru yang bisa saya pelajari. Tahu mengapa begitu? Sebab kitab suci dibuat oleh Sang Maha Berilmu.
Makanya, dalam proses pembelajaran itu; hendaknya dipastikan bahwa kita menyediakan waktu untuk menggali kedalam kitab suci. Karena kedalaman maknanya belum betul-betul berhasil kita selami.
Didalam kitab suci ada 2 jenis ilmu. Satu, ilmu yang hanya bisa dipahami dengan iman. Dan satu lagi, ilmu hidup baik berupa sains maupun nilai-nilai moral, etika serta berbagai strategi.
Orang berilmu itu sungguh beruntung. Karena mereka
mempunyai peluang untuk hidup lebih mulia dari orang lain; jika ilmunya
benar-benar bisa diamalkan.
Dengan ilmu itu, dia bisa melakukan sesuatu lebih baik daripada orang lain. Dengan kontribusi yang lebih baik dari orang lain itu, wajar jika dia mendapatkan manfaat yang lebih banyak.
Lebih dipercaya. Lebih dekat dengan atasan. Lebih disukai pelanggan. Lebih disenangi teman. Makanya, yuk terus menambah ilmu sambil senantiasa menerapkan ilmu itu dalam kesibukan kerja kita sehari-hari. Insya Allah, janji Tuhan untuk meninggikan kedudukan kita beberapa derajat itu akan terwujud.
Dengan ilmu itu, dia bisa melakukan sesuatu lebih baik daripada orang lain. Dengan kontribusi yang lebih baik dari orang lain itu, wajar jika dia mendapatkan manfaat yang lebih banyak.
Lebih dipercaya. Lebih dekat dengan atasan. Lebih disukai pelanggan. Lebih disenangi teman. Makanya, yuk terus menambah ilmu sambil senantiasa menerapkan ilmu itu dalam kesibukan kerja kita sehari-hari. Insya Allah, janji Tuhan untuk meninggikan kedudukan kita beberapa derajat itu akan terwujud.
Pencuri paling rakus pun tidak bisa membuat pemilik ilmu kehilangan harta berharganya itu meski terus dicuri tanpa henti.
Sumber Inspirasi : DEKA – Dadang
Kadarusman
No comments:
Post a Comment