Kalau soal galau, orang-orang yang sudah dewasa seperti kita tidak kalah hebohnya dari para remaja. Jika para remaja kebanyakan galau dalam pencarian identintas dirinya, maka orang dewasa pada umumnya galau dengan identitas mata pencahariannya.
Kegalauan seperti ini sepertinya sedang mewabah dikalangan orang-orang yang berstatus sebagai karyawan atau profesional di lingkungan kita.
Khususnya ditengah euphoria hiruk pikuk pidato tentang entrepreneurship yang seru dan menggebu-gebu. Pengen sih jadi pengusaha….tapi....... Makin gelisah deh.
Kegalauan itu sebenarnya sangat
manusiawi. Karena hal itu menunjukkan adanya keinginan untuk membuat suatu
peningkatan atau menciptakan keadaan yang lebih baik.
Sekalipun begitu, tetap perlu berhati-hati agar kegalauan itu tidak sampai membawa kita kepada langkah yang tidak semestinya. Kalaupun akhirnya memutuskan untuk banting stir dari karyawan menjadi pengusaha, itu tidak semata-mata karena pengaruh dari orang lain belaka.
Dengan begitu, keputusan apapun yang kita ambil benar-benar cocok dengan kebutuhan kita sendiri. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar mengatasi kegalauan ini, saya ajak memulainya dengan memahami dan menerapkan 5 sudut pandang Natural Intelligence (NatIn™), berikut ini:
Sekalipun begitu, tetap perlu berhati-hati agar kegalauan itu tidak sampai membawa kita kepada langkah yang tidak semestinya. Kalaupun akhirnya memutuskan untuk banting stir dari karyawan menjadi pengusaha, itu tidak semata-mata karena pengaruh dari orang lain belaka.
Dengan begitu, keputusan apapun yang kita ambil benar-benar cocok dengan kebutuhan kita sendiri. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar mengatasi kegalauan ini, saya ajak memulainya dengan memahami dan menerapkan 5 sudut pandang Natural Intelligence (NatIn™), berikut ini:
Tidak semua orang harus jadi pengusaha kok
Inilah hal yang pertama kali mesti kita pahami. Berhentilah mempercayai kalimat-kalimat motivasi bombastis yang menyatakan jika menjadi pengusaha itu lebih baik daripada menjadi karyawan. Mulai sekarang, yakinilah bahwa kalimat itu tidak berlaku bagi setiap orang.
Bayangkan jika semua orang menjadi pengusaha. Siapa yang bakal menjadi karyawannya? Jika panggilan hati Anda menjadi pekerja, sudahlah gigih saja dalam pilihan itu.
Lalu fokus untuk mendapatkan ‘perolehan’ yang bermakna. Jika memang disana jiwa Anda, tidak perlu memaksakan diri menjadi pengusaha. Tidak perlu galau lagi. Karena kenyataannya, tidak semua orang harus menjadi pengusaha kok.
Inilah hal yang pertama kali mesti kita pahami. Berhentilah mempercayai kalimat-kalimat motivasi bombastis yang menyatakan jika menjadi pengusaha itu lebih baik daripada menjadi karyawan. Mulai sekarang, yakinilah bahwa kalimat itu tidak berlaku bagi setiap orang.
Bayangkan jika semua orang menjadi pengusaha. Siapa yang bakal menjadi karyawannya? Jika panggilan hati Anda menjadi pekerja, sudahlah gigih saja dalam pilihan itu.
Lalu fokus untuk mendapatkan ‘perolehan’ yang bermakna. Jika memang disana jiwa Anda, tidak perlu memaksakan diri menjadi pengusaha. Tidak perlu galau lagi. Karena kenyataannya, tidak semua orang harus menjadi pengusaha kok.
Memahami kisah yang jarang terungkap
Kebanyakan pengusaha terekspos pada saat mereka sudah sukses. Kisah yang sampai pada kita pun, tentu kisah suksesnya. Jarang sekali yang mengungkapkan kisah perih dan pedihnya.
Jatuh dan bangunnya. Memahami kisah hancur-hancuran seorang pengusaha sebelum sukses bisa membantu kita untuk memahami resikonya.
Sedangkan memahami resiko itu membuat kita waspada agar bisa melakukan tindakan-tindakan dan persiapan untuk memperkecil peluang terjadinya resiko itu.
Tanpa pemahaman itu, kita bisa terjebak dalam sikap menggampangkan sehingga kita lengah. Begitu kesulitan muncul, kita merengek
"Lho, kok nggak seperti yang saya kira sih…?" Oh. Terlambat. Makanya, pahami kisah yang jarang terungkap dari perjalanan perjuangan mereka. Agar kita waspada.
Kebanyakan pengusaha terekspos pada saat mereka sudah sukses. Kisah yang sampai pada kita pun, tentu kisah suksesnya. Jarang sekali yang mengungkapkan kisah perih dan pedihnya.
Jatuh dan bangunnya. Memahami kisah hancur-hancuran seorang pengusaha sebelum sukses bisa membantu kita untuk memahami resikonya.
Sedangkan memahami resiko itu membuat kita waspada agar bisa melakukan tindakan-tindakan dan persiapan untuk memperkecil peluang terjadinya resiko itu.
Tanpa pemahaman itu, kita bisa terjebak dalam sikap menggampangkan sehingga kita lengah. Begitu kesulitan muncul, kita merengek
"Lho, kok nggak seperti yang saya kira sih…?" Oh. Terlambat. Makanya, pahami kisah yang jarang terungkap dari perjalanan perjuangan mereka. Agar kita waspada.
Matre itu juga bisa positif kok
"Bisnis itu soal melakukan sesuatu yang kita sukai. Kita cintai. Kita gandrungi. Bukan soal uang.” Begitulah yang sering digembar-gemborkan.
Itu hanya benar bagi mereka yang sudah memiliki kecukupan untuk menjalani sisa hidupnya.
Bagi kebanyakan orang, bisnis itu adalah soal mendapatkan uang untuk menjalani hidup dengan layak.
Mengapa mesti banting stir dari pegawai menjadi pengusaha jika hanya melakukan pekerjaan yang ‘kita cintai itu’? Lha, duitnya mana? Tidak usah takut disebut ‘cowok atau cewek matre’ deh. Biar pun kita suka sekali melakukannya, jika tidak menghasilkan uang itu bukan entrepreneur namanya.
Bahkan pengusaha hebat pun berani menutup bisnisnya yang tidak menghasilkan.
Lha, kita? Kok malah melakukan sesuatu yang asal kita senangi, meski tidak menghasilkan.
"Bisnis itu soal melakukan sesuatu yang kita sukai. Kita cintai. Kita gandrungi. Bukan soal uang.” Begitulah yang sering digembar-gemborkan.
Itu hanya benar bagi mereka yang sudah memiliki kecukupan untuk menjalani sisa hidupnya.
Bagi kebanyakan orang, bisnis itu adalah soal mendapatkan uang untuk menjalani hidup dengan layak.
Mengapa mesti banting stir dari pegawai menjadi pengusaha jika hanya melakukan pekerjaan yang ‘kita cintai itu’? Lha, duitnya mana? Tidak usah takut disebut ‘cowok atau cewek matre’ deh. Biar pun kita suka sekali melakukannya, jika tidak menghasilkan uang itu bukan entrepreneur namanya.
Bahkan pengusaha hebat pun berani menutup bisnisnya yang tidak menghasilkan.
Lha, kita? Kok malah melakukan sesuatu yang asal kita senangi, meski tidak menghasilkan.
Bersegera, bukan tergesa-gesa
Baiklah. Sekarang Anda sudah bulat hati untuk banting stir menjadi pengusaha. S
udah mengetahui kisah tak terungkap hingga siap mengantisipasi resikonya. Dan sudah tidak malu disebut cowok matre.
"Apa lagi? Mulai saja!" Hey, waspadalah terhadap ketergesaan.
Segala sesuatu juga akan indah pada saatnya.
Kita memang tidak boleh menunggu terlalu lama. Nanti malah nggak jadi.
Kita mesti bersegera. Tetapi tidak berarti tergesa-gesa. Kenapa? karena orang yang tergesa-gesa sering ceroboh baik dalam perencanaan, persiapan, maupun pelaksanaan.
Tapi kan orang bilang kesempatan tidak datang dua kali?
Baiklah. Sekarang Anda sudah bulat hati untuk banting stir menjadi pengusaha. S
udah mengetahui kisah tak terungkap hingga siap mengantisipasi resikonya. Dan sudah tidak malu disebut cowok matre.
"Apa lagi? Mulai saja!" Hey, waspadalah terhadap ketergesaan.
Segala sesuatu juga akan indah pada saatnya.
Kita memang tidak boleh menunggu terlalu lama. Nanti malah nggak jadi.
Kita mesti bersegera. Tetapi tidak berarti tergesa-gesa. Kenapa? karena orang yang tergesa-gesa sering ceroboh baik dalam perencanaan, persiapan, maupun pelaksanaan.
Tapi kan orang bilang kesempatan tidak datang dua kali?
Mending kehilangan kesempatan yang satu itu daripada hancur berantakan ditengah jalan. Kenyataannya, dunia tidak pernah lelah memberi beragam kesempatan bagi siapa saja yang selalu siaga pada saat yang tepat. So, bergegaslah. Tapi tidak tergesa-gesa.
Mendorong, bukan menjerumuskan
Kalau sudah menjadi pengusaha sukses kelak, Anda mungkin akan diminta menjadi narasumber untuk memotivasi calon-calon entrepreneur lainnya.
Ketika saat itu tiba, maka bantulah para calon entrepreneur yang sedang Anda motivasi itu untuk memahami bukan sekedar enaknya saja. Dan bukan pula melihat suksesnya belaka.
Tetapi juga kisah bagaimana di sepanjang perjalanan itu Anda menghadapi hujan badai dan ombak ganas yang membuat sekujur tubuh Anda menggigil lahir dan batin.
Dengan begitu, mereka bisa mempersiapkan pelampung dan pelindung untuk berjaga-jaga jika harus menghadapi badai yang sama atau mungkin lebih ganas dari itu.
Semoga, akan lebih banyak lagi pengusaha pemula yang berhasil mengarungi samudera kewirausahaan itu daripada yang tenggelam karena tidak menyadari resikonya.
Kalau sudah menjadi pengusaha sukses kelak, Anda mungkin akan diminta menjadi narasumber untuk memotivasi calon-calon entrepreneur lainnya.
Ketika saat itu tiba, maka bantulah para calon entrepreneur yang sedang Anda motivasi itu untuk memahami bukan sekedar enaknya saja. Dan bukan pula melihat suksesnya belaka.
Tetapi juga kisah bagaimana di sepanjang perjalanan itu Anda menghadapi hujan badai dan ombak ganas yang membuat sekujur tubuh Anda menggigil lahir dan batin.
Dengan begitu, mereka bisa mempersiapkan pelampung dan pelindung untuk berjaga-jaga jika harus menghadapi badai yang sama atau mungkin lebih ganas dari itu.
Semoga, akan lebih banyak lagi pengusaha pemula yang berhasil mengarungi samudera kewirausahaan itu daripada yang tenggelam karena tidak menyadari resikonya.
Saya percaya bahwa setiap orang terlahir dengan cetak biru kehidupannya masing-masing. Ada yang memang tepat untuk menjadi entrepreneur, dan ada pula yang lebih optimal hidupnya jika menjadi karyawan profesional.
Toh pengusaha sukses pun membutuhkan karyawan yang handal. Begitu pula sebaliknya. Fakta ini semakin menguatkan kenyataan bahwa kita semua, ada untuk saling melengkapi satu sama lain. So, nggak perlu galau lagi deh. Jika kita berhasil menemukan dan menjalani cetak biru kehidupan kita dengan sebaik-baiknya, maka semuanya akan baik-baik saja. Insya Allah.
Jadi karyawan atau pengusaha? Akan sama berhasil dan puasnya, selama kita bisa mengoptimalkan kapasitas diri yang kita miliki.
Sumber Inspirasi : DEKA – Dadang
Kadarusman
No comments:
Post a Comment