Pepatah
mengatakan jika orang yang malu bertanya itu bisa sesat dijalan. Oleh
karenanya ketika kita berada di wilayah yang asing kita bertanya kepada
orang-orang mengenai jalan mana yang harus ditempuh agar bisa sampai ke
tempat tujuan. Ternyata pepatah itu tidak hanya memiliki makna harfiah,
melainkan juga kaya makna simbolik. Artinya, bukan hanya ketika mencari
alamat ditempat yang asing kita bertanya; melainkan juga ketika hendak
melakukan sesuatu yang kita tidak memiliki cukup ilmu tentangnya.
Namun
demikian, ternyata ada beberapa syarat agar dengan bertanya itu kita
benar-benar bisa terhindar dari ketersesatan. Sebab, faktanya; justru
akibat dari bertanya itu kita malah bisa menjadi tersesat. Nah, supaya
hal itu tidak terjadi; maka kita mesti bertanya kepada orang yang tepat.
Jika tidak, maka kita akan mendapatkan jawaban yang mungkin malah
semakin menjauhkan kita dari tempat yang kita tuju. Memangnya ada ada
orang yang tidak tepat untuk dijadikan tempat bertanya? Tentu. Buktinya,
ketika Anda menanyakan suatu lokasi, kadang Anda mendapatkan jawaban
ini; “Maaf, saya orang baru disini.” Atau begini;”Tinggal dua belokan
lagi aja kok, Mas. Satunya belok kiri. Satunya lagi belok kanan.”
Ijinkan
saya berbagi hasil eksperimen kecil yang saya lakukan. Pekan lalu
setelah memfasilitasi sebuah training untuk salah satu klien di kawasan
SCBD, saya punya jadwal pertemuan lainnya pada jam 17.30. Tantangannya
adalah; di wilayah itu berlaku pengaturan lalu lintas 3 in 1 sehingga
saya tidak bisa melintasi jalan utama. Maka saya pun bertanya; kalau
saya mau menuju ke lokasi meeting itu, jalur manakah yang harus saya
lalui agar tidak terkena 3 in 1?
Orang pertama memberikan petunjuk arah sambil menyiratkan keraguan diwajahnya. Orang
kedua memberikan petunjuk jalur yang sama dengan orang pertama, namun
bedanya orang ini terlihat cukup yakin ketika mengatakannya. Kemudian di
lapangan parkir, saya kembali bertanya pada seseorang. Dan. Dari orang
ketiga ini saya mendapatkan jawaban yang benar-benar berbeda. Jalur yang
direkomendasikannya sama sekali bukanlah yang tadi dijelaskan oleh
orang pertama dan kedua.
Sekarang,
ada tiga jawaban dari hasil bertanya kepada 3 orang. Dua jawaban
pertama identik. Sedangkan 1 jawaban lainnya sama sekali bertolak
belakang. Rekomendasi manakah yang harus saya ambil? Tentunya
rekomendasi yang ke-3. Yang tidak populer. Dan ‘suaranya’ paling
sedikit. Lho, kok begitu? Bukankah sebaiknya diambil jawaban yang
direkomendasikan orang terbanyak? Tidak. Tahukah Anda mengapa? Begini:
Kedua orang yang jawabannya sama itu memberi tahu jalur bebas 3 in 1
yang ‘SEHARUSNYA SAYA TEMPUH’. Sedangkan orang yang jawabannya berbeda
itu – yang hanya satu orang itu – merekomendasikan jalan bebas 3 in 1
yang BIASA DIA LALUI.
Dapatkah
Anda menemukan perbedaan dari kedua jawaban itu? Tepatnya, membedakan
antara rekomendasi tentang jalan yang (1) ‘seharusnya saya tempuh’ dan
(2) ‘biasa dia lalui’. Kelompok pertama bisa memberikan nasihat terbaik,
memenuhi akal sehat, sesuai dengan kaidah umum. Sedangkan kelompok
jawaban kedua adalah jawaban yang mungkin tidak umum, namun berakar dari
pengalaman langsung orang yang merekomendasikannya. Sebuah penemuan
setelah mencoba berbagai jalur alternatif.
Maka
bertanya kepada orang yang tepat itu sangatlah penting. Karena hanya
dari orang yang tepat itulah kita bisa mendapatkan jawaban yang akurat.
Dalam konteks kehidupan kita, itu berarti kita perlu bertanya kepada
orang yang benar-benar memiliki pemahaman sekaligus pengalaman dalam
melintasi jalan itu. Sehingga mereka tidak hanya bicara soal teori.
Bukan sekedar membacakan textbook. Bukan pula, memberikan nasihat
berbalut rasa percaya diri dan teknik canggih ilmu komunikasi saat
merekomendasikan sesuatu yang dia pun tidak pernah membuktikannya
sendiri.
Semua
orang yang kita tanya, mungkin memberikan jawaban yang benar – menurut
penilaian dirinya sendiri. Bisa benar karena pernah mendengar orang lain
mengatakannya. Bisa benar karena pernah membaca di buku atau literature
lain yang memuatnya. Dan bisa juga benar karena menurut ‘logikanya’
semestinya jawaban itulah yang benar. Namun, diantara semua kebenaran
jawaban itu ada jawaban yang lebih baik. Yaitu jawaban yang datang dari
orang yang bukan sekedar tahu, melainkan juga pernah mengalaminya
sendiri. Sehingga dia faham benar lekuk liku dan tikungan tajam serta
tanjakan dan turunan curam selama menempuh perjalanan itu. Semoga kita
bisa bertanya kepada orang yang selain pandai menasihati; juga pernah
menempuhnya. Atau setidaknya, sedang melakukan perjalanan yang sama
dengan yang kita tanyakan
kepadanya.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
http://www.dadangkadarusman.com/ – 19 Juni 2012
0812 19899 737 or Ms. Vivi at 0812 1040 3327
Catatan Kaki:
Kita bisa
bertanya kepada orang yang tahu dari mendengar. Bisa juga kepada orang
yang faham karena membaca. Namun, jauh lebih baik lagi jika pertanyaan
itu diajukan kepada orang yang membaca, mendengar, dan mengalaminya
sendiri.
No comments:
Post a Comment